Wednesday, February 6, 2019

Karena Doamu Jodohmu

Lagi-lagi ini tentang jodoh. Pasangan hidup. Suami atau istri idaman. Dambaan setiap diri yang belum juga menikah. Lelah membincangnya? Oh tidak. Dan jangan lelah. Apalagi lelah yang sangat. Sama sekali jangan. Kalau kalah saing, itu berkah. Hehe...

Kok berkah? Karena itu pertanda Allah masih menyediakan kesempatan bagi kita untuk memantaskan diri. Bisa jadi dia yang kini sudah menjadi milik orang lain itu, memang bukan jodoh kita. Tak perlu marah dan sumpah serapah. Biasa saja. Sekali lagi, biasa saja.

Andai namanya pernah menjadi salah satu nominasi dalam daftar bakal calon pasangan hidup kita, lalu kini dia justru menjadi milik orang lain, itu pertanda bahwa dia memang bukan jodoh kita. Tak usah menyesal dan menyalahi pengalaman, sebab ikhtiar kita bukan memastikan segala sesuatu sesuai rencana kita. Iya kan?

Mungkin hati dan perasaan sedikit sakit, itu manusiawi. Tapi jangan kelamaan di situ. Karena hati dan perasaan kita bisa jadi sudah dikhususkan untuk hati dan perasaan yang lebih pantas. Tak menjadi pasangan bukan berarti si dia buruk atau jelak. Kejadian semacam juga bukan dosa dan bencana. Tapi Allah sedang menambah stok kesabaran kita agar kelak menjadi pasangan yang lebih tangguh dan lebih pantas bagi dia yang lain, yang memang jodoh kita.

Sudah, untuk dia yang kini bersama yang lain, tak usah dicaci atau dihina. Tak usah pula difitnah dan dicari semua kesalahan atau celah yang membuat dia seakan-akan menjadi musuh utama kita dalam hidup. Karena mereka menjadi pasangan bukan sekadar karena mereka saling memiliki, tapi bisa jadi mereka menjadi "korban" takdir Allah. Mereka bersatu dalam ikatan cinta-Nya.

Sejenak, ambillah sikap tenang. Lalu jagalah jiwa besar, agar mampu bertindak ala manusia berjiwa besar pula. Apa itu? Ya doakan saja agar mereka bahagia. Toh dengan doa yang tulus untuk mereka berdua, itu berarti kita sudah berupaya untuk memastikan bahwa kita memang bukan sekadar mencintai sesama untuk saling memiliki, tapi mencintai sesama dalam balutan iman.

Bakal sempurna iman kita kepada Allah kalau kita mencintai sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Demikian isyarat sang nabi tercinta kepada kita belasan abad silam. Di sini tentu bukan semata cinta fisik atau cinta jiwa. Tapi yang utama adalah cinta imani. Cinta berlandaskan iman dan karena keimanan. Wadahnya tak mesti rumah tangga, atau menjadi istri atau juga suami bagi dia, sebab wadah sejatinya adalah lingkaran iman itu sendiri. Hanya itu.

Nah sekarang, manfaatkan waktu yang masih ada untuk memperbaiki kualitas diri. Pantaskan diri kita, layakkan diri kita untuk si dia yang lain yang memang jodoh yang terbaik dan layak untuk kita. Maksimalkan ikhtiar: berdoa yang sungguh kepada Allah, pantaskan diri dari segala aspek seperti akhlak, ibadah, pengetahuan, mental, persiapan akad, dan tentu saja pastikan si dia yang masih menjadi bakal calon itu benar-benar terjaga dan memaksimalkan ikhtiar juga.

Ya, untuk sobat perempuan, mohon doakan dia yang sedang berusaha menghalalkanmu itu. Doakan dia, entah siapa dan entah di mana itu, agar selalu mendapat bimbingan dari Allah. Sehingga niat baiknya mendapat kemudahan dan keberkahan. Begitu juga untuk sobat lelaki. Doakan hal serupa untuk dia. Terus dan terus. Kalau punya niat ikhlas dan serius menuju cinta yang berkah dan Lillah, tak boleh kalah oleh lelah. Jadilah pemenang jiwa dalam segala situasi!

Sungguh, doa kita adalah senjata paling ampuh sekaligus perisai paling kokoh. Kalau hendak membangun rumah tangga yang tangguh bernyawa cinta bersamanya maka berdoalah kepada Allah sesering mungkin. Bisa jadi doa kita itulah yang membuat semuanya mudah dan menjadi kenyataan. Segera melamar atau dilamar, lalu segera ke KUA untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Mengutip ungkapan seorang teman, "Doamu Jodohmu!". Ajib kan?

Kalau ikhtiar maksimal semacam itu sudah ditunaikan, percayalah dia yang tak pernah kita duga itu benar-benar datang. Ya datang melamar, ajak ke KUA dan tunaikan akad. Harapannya, setiap ikhtiar mendapat keberkahan dari Allah dan kelak seluruh peristiwa "menjadi" bagian dari kehidupannya itu semakin indah untuk dikenang dan layak dicatat dalam altar sejarah perjalanan hidup kita. Di dunia dan di akhirat. Dalam surga-Nya. Abadi. Selamanya. (*)

Rabu 6 Februari 2019

Syamsudin Kadir
Penikmat Literasi

No comments:

Post a Comment